Lembaga Konstitutif, Tugas, Wewenang, dan Hak, Hubungan dengan lembaga negara lainnya, Permasalahan yang dihadapi lembaga konstitutif dan Solusinya
Lembaga Konstitutif
Kekuasaan Negara adalah wewenang yang diberikan kepada pemerintah atau penguasa untuk mengatur dan menjaga wilayah kekuasaannya dari penguasaan negara lain.
Kekuasaan Negara adalah wewenang yang diberikan kepada pemerintah atau penguasa untuk mengatur dan menjaga wilayah kekuasaannya dari penguasaan negara lain.
Dalam kenyataan terlihat bahwa negara
mempunyai kekuasaan yang sifatnya lain daripada kekuasaan yang dimiliki oleh
organisasi yang terdapat di dalam masyarakat, seperti : perkumpulan olahraga,
musik dan lain-lain.
Kelainan sifat pada kekuasaan negara
ini tampak dalam kekuasaannya untuk menangkap, menahan, mengadili serta
kemudian memasukkan orang ke dalam penjara, kekuasaan negara dengan kekerasan menyelesaikan
sesuatu pemberontakan, kekuasaan negara untuk mengadakan milisi dan lain-lain.
Kekuasaan
Konstitutif
yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. Kekuasaan
ini dijadikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan
Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.
Lembaga konstitutif adalah lembaga yang memiliki
kewenangan untuk mengganti, menambah, mengurangi, membuat dan menghapus
sebagian maupun seluruh isi atau materi yang ada di dalam Konstitusi suatu negara. Hanya tiga negara di dunia yang
memiliki lembaga konstitutif yaitu, Indonesia, Iran, dan Perancis.
Sedangkan lembaga konstitutif negara lain bersifat sementara.
Lembaga ini di Indonesia, di bentuk
berdasarkan Undang-undang dasar 1945 pasal 1, 2, dan 3. Lembaga ini adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Tugas, Wewenang, dan Hak MPR
Tugas, Wewenang, dan Hak MPR antara
lain:
- Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar).
- Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
- Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
- Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
- Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
- Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
- MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarkhi Peraturan Perundang-undangan.
Hubungan MPR dengan lembaga negara lainnya
Hubungan MPR dengan lembaga negara
lainnya :
1.
MPR dengan DPR
Hubungan antar MPR dan DPR di atur di dalam :
Hubungan antar MPR dan DPR di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.”
- UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B ayat 6 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.”
2.
MPR dengan DPD
Hubungan antara MPR dan DPD dia atur didalam UUD 1945 pasal 2 ayat
1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
3.
MPR dengan Presiden
Hubungan antar MPR dan Presiden di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”
- UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”
- UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- UUD 1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- UUD 1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
- UUD 1945 pasal 8 ayat 3 yang berbunyi, “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi berakhir masa jabatannya.
- UUD 1945 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, “Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat”.
- UU no 27 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, “Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.
Permasalahan yang dihadapi
lembaga konstitutif dan Solusinya
Ø
Permasalahan yang
dihadapi lembaga konstitutif :
- Perdebatan antar anggota mengenai perubahan aturan yang akan ditetapkan
- Ketidak cocokan aturan yang diterapkan pada teori dan di lapangan
- Jika pemimpinnya tidak adil, maka akan menjadi negara yang memperbudak rakyatnya atau kolonialisme
- Ketika MPR menetapkan suatu peraturan baru banyak masyarakat yang tidak setuju dengan peraturan tersebut hal itu juga merupakan suatu masalah bagi MPR.
- Lembaga ini memiliki kewenangan untuk mengganti, menambah, mengurangi, membuat dan menghapus sebagian maupun seluruh isi atau materi yang ada di dalam konstitusi suatu negara. Sedangkan anggota MPR sendiri berasal dari DPR dan DPR berasal dari anggota parpol. Dari keanggotaan tersebut jelas tidak akan menutup kemungkinan bisa terjadinya penyimpangan kepentingan ketika melaksanakan wewenangnya.
Ø SOLUSI:
- Pemilihan DPR melalui pemilu telah benar tetapi akan lebih baik lagi pemilihan MPR dari DPR berdasarkan kinerjanya di DPR dan penilaian dari rakyat juga, sehingga rakyat bisa lebih tenang menyerahkan amanatnya kepada pilihan mereka sendiri.
- Mengutamakan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.
- Mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
Comments